Kamis, 20 Juni 2013

Peraturan Perusahaan tidak boleh bertentangan dengan Perundang-Undangan

Peraturan perusahaan tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang – undang 

Peraturan di internal perusahaan harus mengikuti peraturan per UU an. Bilamana berbeda maka perbedaannya itu mengandung kualitas yang lebih baik dari peraturan per UU an. Contohnya: jika didalam UU 13/2003 dijelaskan bahwa Hak cuti diberikan 12 hari setelah 12 bulan kerja berturut-turut maka Peraturan internal perusahaan mempunyai 2 opsi yaitu mengatur sesuai dengan UU atau memberi kualitas lebih baik misal dengan memberi 14 hari cuti bagi karyawan dengan masa kerja diatas 5 tahun, dst.
Pertanyaan mendasar: sampai dimanakah lingkup Peraturan Per UU an? Berdasarkan Undang-undang No 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, maka hirarki peraturan Per UU an dapat kita urutkan sebagai berikut:
•    Pancasila
•    UUD 1945
•    Undang-undang / Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
•    Peraturan Pemerintah
•    Peraturan Presiden
•    Peraturan Daerah

Keenam aturan diatas itulah yang menjadi acuan bagi Peraturan internal Perusahaan. Sesuai dengan asas lex superior derogat legi inferiori bahwa peraturan yang diatas menjadi acuan bagiyang di bawahnya, dan peraturan yang ada di bawah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang ada diatasnya. Apabila terjadi pertentangan, maka yang berlaku adalah peraturan yang lebih tinggi.
Dalam persoalan ketenagakerjaan, peraturan per UU an yang bisa dibilang cukup major adalah Undang-undang No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. UU ini mengatur perlindungan hak dan kewajiban antara Pengusaha dan Pekerja. Ruang lingkup dari UU 13/2003 adalah tidak hanya pada saat hubungan kerja terjadi melainkan masa sebelum kerja, masa kerja dan masa setelah kerja. Didalamnya mengatur tentang kesempatan kerja bagi tenaga kerja, pelatihan kerja, hubungan kerja, pemutusan tenaga kerja dan seterusnya. Namun pada dasarnya ketentuan-ketentuan tersebut tentu tidak bisa diterapkan begitu saja di tingkat Perusahaan karena sifatnya yang begitu umum dan tidak dapat mengatur hal-hal yang terlampau teknis detail pelaksanaan. Ketentuan-ketentuan lebih detail yang sifatnya umum tersebut di terbitkan lagi dalam peraturan pelaksana.
PERJANJIAN KERJA BERSAMA Menurut definisinya, unsur-unsur dari Perjanjian Kerja Bersama (selanjutnya disebut PKB) adalah:
1. Perjanjian,
2. Hasil perundingan,
3. Antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
4. Dengan pengusaha atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha.
5. Yang memuat syarat syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.

Karena sifatnya yang perjanjian, maka PKB adalah suatu kesepakatan yang didalamnya ada lebih dari satu pihak sebagai pembuatnya. Hal inilah yang membuat kedudukan PKB lebih tinggi daripada PP atau peraturan perusahaan yang dibuat sepihak oleh perusahaan (walaupun harus tetap mempertimbangkan saran dari wakil pekerja). Sebagaimana unsur-unsur tadi, Pihak-pihak yang terlibat adalah Pihak serikat atau beberapa serikat dengan pengusaha atau beberapa pengusaha. Muatan dari PKB adalah syarat-syarat kerja yaitu hal-hal yang tidak diatur didalam Peraturan PerUU an sebagaimana dijelaskan di atas. Pada prakteknya bisa ditemukan  dalam PKB sering juga dicantumkan hal-hal yang sebenarnya sudah diatur dalam peraturan per UU an. Ada sisi positif dan negative dari hal ini.
Sisi positifnya:
•    Penegasan agar para pihak menjadi lebih aware akan peraturan tersebut,
•    Memudahkan karyawan yang membaca karena tidak perlu lagi membaca peraturan per UUan, sedangkan PKB dibuat dalam buku saku yang dibawa kemana-mana.
Sisi negatifnya yaitu:
•    Secara teori tentu tidak sesuai karena pada dasarnya PKB hanya mengatur syarat kerja.
•    Terjadi pengulangan, artinya yang sudah ada di peraturan per-UU-an dicantumkan lagi di PKB, padahal asasnya adalah setiap orang diasumsikan tahu mengenai Peraturan per-UU-an.
•    Jika suatu waktu terjadi perubahan pada peraturan per-UU-an tersebut maka otomatis harus dilakukan perubahan juga pada PKB karena sudah tidak relevan. Hal ini agak repot dalam implementasinya.

Melihat dari sisi positif dan negatifnya tentu saya rasa jalan terbaiknya adalah mengikuti best practice oriented mana yang dirasa nyaman oleh para pihak.
PKB adalah salah satu sarana dalam pelaksanaan hubungan Industrial di perusahaan (lihat Pasal103 UU 13/2003). PKB dibuat untuk maksimal 2 tahun dan dapat diperpanjang selama 1 tahun.Team perunding PKB adalah 9 orang dari masing-masing pihak baik wakil pekerja maupun wakil pengusaha dengan kuasa penuh. Proses pembuatan PKB secara umum biasanya dimulai dengan pertukaran draft dari pengusahadan dari Serikat Pekerja. Hal tersebut dilakukan sebelum dilakukan perundingan untuk memberi kesempatan kepada para pihak mempelajari draft yang diberikan. Tahap perundingan PKB itu sendiri dilakukan dengan kesepakatan kedua belah pihak. Waktu yang dibutuhkan tergantung dari substansi dari PKB itu sendiri.

Sumber : http://tugas-kuliah-tugas.blogspot.com/

Pemberian Upah dan Kesejahteraan Buruh

 A. Pengertian Upah dan Upah yang Wajar
Dalam uud 1945 pasal 27 ayat (2) telah ditentukan landasan hukum sebagai berikut: “Tiap-tiap Warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan “. Dengan demikian maka upah yang harus diterima oleh buruh atau tenaga kerja kita atas jasa-jasa yang dijualnya haruslah berupa upah yang wajar.
Dalam hokum perupahan, kita mengenal beberapa macam perupahan, agar supaya kita dapat mengerti sampai dimana batas-batas suatu upah dapat diklasifikasikan sebagai upah yang wajar, maka sebaiknya kita mengerti dahulu beberapa pengertian tentang upah tersebut.
Menurut Undang-undang Kecelakaan no.33 tahun 1947, yang dimaksudkan dengan istilah upah adalah :
a. Tiap pembayaran berupa uang yang diterima oleh buruh sebagai ganti pekerjaan.
b. Perumahan, makan, bahan.makanan dan pakaian dengan cuma-cuma yang nilainya ditaksir menurut harga umum ditempat itu.
Batasan tentang upah menurut Dewan Penelitian Perupahan adalah sebagai berikut : Upah itu merupakan suatu penerimaan sebagai imbalan dari pemberi kerja kepada penerima kerja untuk sesuatu pekerjaan atau jasa yang telah dan atau akan dilakukan, yang berfungsi sebagai jaminan kelangsungan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan produksi, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang telah ditetapkan menurut suatu persetujuan Undang-undang dan Peraturan-peraturan dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pemberi kerja dan penerima kerja.
B. Peranan Upah dalam Suatu Perusahaan
Upah dalam arti yuridis merupakan balas jasa yang merupakan pengeluaran-pengeluaran dari pihak pengusaha, yang diberikan kepada para buruhnya atas penyerahan jasa-jasa dalam waktu tertentu kepada pihak pengusaha.
Jadi dalam hal pengupahan dalam suatu perusahaan akan terdapat beberapa pihak yang secara langsung dan tidak langsung telibat dalam masalah-masalahnya.
Yang secara langsung terlibat, ialah :
a. Pihak pengusaha atau badan usaha/perusahaan yang mempekerjakan para buruhnya dalam hal ini bagi pihak pengusaha upah itu merupakan unsure pokok dalam perhitungan ongkos produksi dan merupakan komponenharga pokok yang sangat menetukan kehidupan perusahaan.
b. Pihak buruh yang dapat dikatakan selalu mengharapkan upah,
1. Upah itu merupakan penghasilan dan pendorong bagi kegiatan kerja
2. Upah itu menggambarkan besar kecilnya sumbangan para buruh terhadap perusahaan.
3. Upah itu merupakan lambing buruh.
Adapun pihak-pihak yang secara tidak langsung terlibat dalam masalah perupahan, yaitu:
a. Organisasi Perburuhan
b. Pemerintah
Bagi organisasi buruh, upah mencerminkan berhasil tidaknya pencapaian salah satu tujuan dan merupakan salah satu faktor penting untuk mempertahankan adanya organisasi tersebut. Organisasi nuruh yang Pancasila memperjuangkan beberapa faktor yang lebih luas, yaitu :
a. Upah yang dapat mensejahterkan para buruh beserta keluarganya.
b. Peningkatan keterampilan dan kecakapan buruh agar kehidupan buruh dapat lebih meningkat.
c. Dengan itikad yang tulus mewujudkan perdamaian dalam lingkungan perusahaan, agar dengan demikian perusahaan dapat berkembang dan perkembangan ini akan dapat member kehidupan bagi buruh yang lamadan memberi kesempatan bagi buruh baru sepanjang kurun waktu kehidupan perusahaan tersebut.
C. Upah dan Pendapatan
Secara umum weges atau upah adalah merupakan pendapatan, akan tetapi pendapatan itu tidak selalu harus upah dalam pengertian weges. Pendapatan itu merupakan jenis penghasilan lain, umpanya keuntungan dari hasil penjualan barang yang dipercayakan kepada seseorang. Pendapatan yang dihasilkan oleh buruh atas pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang telah ditentukan sesuai perjanjian kerja disuatu perusahaan.
Dalam menjalin hubungan kerja yang baik, mengenai masalah upah ini pihak buruh hendaknya memikirkan pula keadaan dalam perusahaannya, dalam keadaan perusahaan belum berkembang adanya upah yang layak yang diberikan perusahaan itu yang sesuai dengan upah untuk pekerjaan sejenis diperusahaan-perusahaan lainya.
Jenis-jenis upah dapat dikemukakan sebagai berikut :
a. Upah Nominal
Yang dimaksud upah nominal adalah sejumlah uang yang dibayarkan kepada par buruh yang berhak secara tunai sebagai mbalan atas pengerahanjasa-jasa atau peleyanan yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam suatu organisasi kerja.
b. Upah Nyata (Real Weges)
Yang dimaksud upah nyata ialah uapah yang benar-benar harus diterima oleh seseorang yang berhak.
c. Upah Hidup
Dalam hal ini upah yang diterima seorang buruh ini relative cukup untuk membiayai keperluan hidup yang lebih luas, yang tidak hanya kebutuhan pokoknya saja yang dapat dipenuhi melainkan juga sebagian dari kebutuhan social keluarganya, misalnya bagi pendidikan, bagi bahan pangan yang memiliki nilai gizi yang lebih baik,
d. Upah Wajar (Fair Weges)
Upah wajar dimaksudkan sebagai uaph yang secara relatif bernilai cukup wajar oleh pengusaha dan oleh para buruh sebagai uang imbalan atas jasa-jasa yang diberikan buruh kepada pengusaha, sesuai dengan perjanjian kerja diantara mereka.

Perundang – undangan Ketenagakerjaan


1.      Ketentuan Pokok Ketenagakerjaan

a.      Penyediaan, Penyebaraan dan Penggunaan Tenaga Kerja
Setiap tenaga kerja bebas memilih dan atau pindah pekerjaan sesuai dengan keinginan, bakat dan kemampuannya. Setiap tenaga kerja berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi emanusiaan.
Dalam hal ini pemerintah berewajiban mengatur penyediaan tenaga kerja dalam kualitas dan kuantitas yang memadai sesuai dengan kebutuhan dan juga pemerintah berkewajiban mengatur penyebaran tenaga kerja sedemikian rupa, sehingga memberi dorongan ke arah penyebaran tenaga kerja secara efisien dan efektif.
b.      Pembinaan Keahlian dan Kejuruan
Setiap tenaga kerja berhak atas pembinaan keahlian dan kejuruan yang bertujuan agar tenaga kerja dapat menambah keahlian dan keterampilan kerja sehingga tenaga kerja tersebut potensi serta kreasinya dapat dikembangkan dalam rangka mempertinggi kecerdasan dan ketangkasan kerja sebagai bagian yang tak terpisahkan dari pembinaan bangsa. Pemerintah mengatur pembinaan keahlian dan kejuruan yang disesuaikan dengan perkembangan teknik, teknologi dan perkembangan masyarakat pada umumnya.

c.       Pembinaan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atas keselamatan, kesehatan, kesusilaan, pemeliharaan moral kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama.
 pemerintah membina perlindungan tenaga kerja yang mencakup : norma kerja, norma kesehatan dan pemberian ganti kerugian, perawatan dan rehabilitas dalam kecelakaan kerja.

d.      Hubungan Ketenagakerjaan
Setiap tenaga kerja berhak mendirikan dan menjadi anggota serikat pekerja. Pembentukan serikat pekerja dilakukan secara demokratis. Karena itu pengusaha atau siapa saja tidak noleh mengatasi, menghilangkan dan mencapuri hak tersebut.
Serikat pekerja berhak mengadakan kesepakatan kerja bersama (Perjanjian Perburuhan) dengan pengusaha. Apabila serikat pekerja mengajukan kepada pengusaha secara tertulis untuk mengadakan kesepakatan kerja bersama, maka pengusaha wajib melayaninnya.
Penggunaan hak mogok, demonstrasi dan lock-out diatur dengan peraturan perundangan. Sampai sekarang belum ada pengaturannya yang baru sehingga dipakai aturan yang diatur Undang-Undang No. 22 tahun 1957.
Norma pemutusan hubungan kerja dan penyelesaian perselisihan industrial (perburuan) diatur dengan peraturan perundangan. Sampai sekarang pengaturan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan hubungan industrial masih menggunakan Undang-undang No. 12 tahun 1964 dan Undang-undang No. 22 tahun 1957.
Pemerintah juga mengatur penyelenggaraan pertanggungan sosial dan bantuan sosial bagi tenaga kerja dan keluarganya. Untuk pelaksanaannya telah dikeluarkan Undang-undang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) No. 3 tahun 1992.

e.       Pengawasan Pelaksanaan
Untuk menjamin pelaksanaan pengaturan ketenagakerjaan diadakan suatu sistem pengawasan tenaga kerja. Untuk pengawasan ketenagakerjaan sampai sekarang digunakan Undang-undang No. 3 tahun 1951.
Setiap peraturan perundangan yang merupakan pelaksanaan dari ketentuan pokok ketenagakerjaan ini dapat memuat ancaman hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 100.100,- (Seratus ribu rupiah).


2.      Wajib Lapor Ketenagakerjaan

a)      Kewajiban Melapor
a.       Setiap pengusaha atau pengurus perusahaan wajib melaporkan secara tertulis kepada Menteri Tenaga Kerja atau Pejabat yang ditunjuk mengenai keadaan ketenagakerjaan perusahaannya. Keadaan ketenagakejraan tersebut seperti :
·         Identitas peersuhaan
·         Hubungan ketenagakerjaan
·         Perlindungan tenaga kerja
·         Kesempatan kerja
b.      Yang dimaksud dengan perusahaan disini yaitu setiap bentuk usaha yang memperkerjakan tenaga kerja baik yang mencari untung atau bukan baik milik swasta maupun milik negara. Jadi setiap bentuk usaha asal mempekerjakan tenaga kerja (buruh) walaupun tidak mencari keuntungan seperti yayasan, sekolah, rumah sakit dan lain-lain digolongkan sebagai perusahaan dan pengurusnya wajib melaporkan keadaan ketenagakerjaan perusahaannya.

b)     Waktu Pelaporan
a.       Kewajiban melapor keadaan ketenagakerjaan tersebut dilakukan setiap tahun baik waktu mendirikan, memindahkan, menghentikan, menjalankan kembali maupun membubarkan perusahaan.
b.      Kewajiban melapor tersebut dilakukan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah mendirikan perusahaan dan 30 (tiga puluh) hari sebelum memindahkan atau membubarkan perusahaan.
Yang dilaporkan dalam memindahkan, menghentikan atau membubarkan perusahaan antara lain :
·         Identitas perusahaan
·         Alasan pemindahan, penghentian dan pembubaran
·         Kewajiban yang telah atau akan dilaksanakan sesuai dengan peraturam perundangan.

c)      Maksud dan Tujuan Pelaporan
Maksud dan tujuan pelaopran adalah agar pemerintah mendapatkan informasi yang resmi yang dapat digunakan untuk menetapkan kebjaksanaan ketenagakerjaan baik untuk menindak lanjuti akibat pembubaran perusahaan maupun menetapkan kebijaksanaan nasional yang akan datang mengenai ketenagakerjaan.
Apabila perusahaan secara tertib melaporkan keadaan ketenagakerjaan perusahaannya, maka pemerintah akan memperoleh informasi lengkap tentang ketenagakerjaan dan dengan laporan yang berlanjut setiap tahun, maka pemerintah juga akan memperoleh gambaran tentang kecendrungan (trend) yang sedang terjadi sehingga dapat memperkirakan keadaan yang bakal terjadi. Dengan demikian pemerintah akan dapat membuat kebijaksanaan untuk mengantisipasi keadaan tersebut.

d)     Pelanggaran dan Ancaman Hukuman
Pengusaha atau Pengurus Perusahaan yang tidak memnuhi kewajiban-kewajiban seperti :
·         Tidak melapor selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari bila mendirikan perusahaan
·         Tidak melaporkan setiap tahun sesuai ketentuan
·         Tidak melaporkan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebelum memindahkan, menghentikan dan membubarkan perusahaan.
Diancam hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 1.000.000- (satu juta rupiah).
3.      Peraturan Perundang-undangan Hubungan Industrial Pancasila
Dalam bab ini pembahasan dikelompokkan menjadi 6 (enam) sub bab, yaitu pertama tentang Pengupahan, kedua tentang Pedoman, Ketiga tentang pemutusan Hubugan Kerja (PHK), keempat tentang Pengawasan Pelaksanaan, kelima Peraturan Perundang-undangan Ketenagakerjaan, keenam Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Paparan berikut ini sesuai dengan Pedoman Pelaksanaan Hubungan Industrial Pancasila (HIP).
Pengupahan
            Sesuai dengan Pedoman Pelaksanaan Hubungan Industrial Pancasila (HIP) berikut ini dipaparkan tentang pengupahan dan permasalahannya :
·         Kedudukan dan fungsi upah adalah sebagaihak bagi pekerja dan kewajiban bagi perusahaan yang merupakan sarana untuk memelihara melestarikan dan meningkatkan kebutuhan hidup manusia, ditetapkan atas dasar nilai-nilai tugas seorang pekerja dengan memperhatikan keseimbangan prestasi, kebutuhan pekerja dan kemampuan perusahaan.
·         Yang dimaksud dengan upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada pekerja untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu persetujuan atau perundang-undangan dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja termasuk tunjangan, baik untuk pekerja sendiri maupun keluarganya (PP Nomor 8 tahun 1982).
Kriteria dalam Menentukan Upah
·         Struktur upah perlu disederhanakan dan diupayakan agar upah pokok lebih besar dari tunjangan lainnya.
·         Idealnya, diperlukan penentuan komponen upah secara umum yang dapat digunakan untuk setiap pekerjaan dan keperluan. Tetapi kenyataannya hal ini sukar dilakukan karena perbedaannya prinsip-prinsip penggunaannya. Karena itu diperlukan perkataan komponen upah menurut keperluannya masing-masing yaitu :
Untuk keperluan perhitunganupah pada waktu tidak masuk bekerja dengan hak upah, antara ain upah lembur, pensiun, tunjangan hari tua atau bonus tahunan, cuti tahunan, sakit di rumah sakit, dan lain sebagainya bahan pertimbangan pemerintah.
Mengingat bahwadi Indonesia klasifikasi jabatan belum dilaksanakan secara meluas seehingga bagi perusahaan tertentu tidak ada sistem yang jelas dalam menentukan jumlah pengupahan maka wage differentials dilaksanakan sebagai rintisan jangka panjang terlaksananya standard klasifikasi jabatan dan metode penilaian jabatan.

Sistem Pekerja dan Sistem Pengupahan
·         Pada dasarnya sistem pengupahan dapat ditetapkan menurut waktu atau berdasarkan upah potongan atau borongan atau kombinasi-kombinasinya. Dengan demikian jelas sitem pengupahan tidak oelh dikaitkan dengan status atau kedudukan pekerja.
·         Apabila suatu pekerjaan oleh perusahaan diserahkan kepada kontraktor maka perusahaan yang mengontrakkan pkerjaan tersebut wajib mengetahui tentang status hukum dari perusahaan kontraktor itu bahwa perusahaan kontraktor tersebut, telah menjalankan wajib lapor perusahaan.
Hal ini penting sekali demi kepentingan perlindungan pekerja yang bekerja pada perusahaan kontraktor tersebut. Apabila perusahaan menggunakan kontraktor yang tidak berbadan hukum dan belum melakukan wajib lapor perusahaan maka perusahaan yang menggunakan seperti itu bertanggung jawab sepenuhnya atas kerugian yang diderita oleh pekerja akibat kelalaian kontraktor tersebut atau dengan kata lain para pekerja dari kontarktor tadi harus diangap dan diperlukan sebagai pekerja sendiri. Apabila kontraktor yangberbadan hukum dan sudah melakukan wajib lapor, menyerahkan lagi pekerjaan kepada suatu kontraktor lain yang tidak berbadan hukum maka kontraktor yang menyerahkan pekerjaan tadi bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pekerja.
Mekanisme Penetapan Upah
Pada dasarnya upah dapat ditetapkan atau ditentukan melalui :
·         Perjanjian kerja
·         Peraturan perusahaan
·         Kesepakatan kerja bersama
·         Apabila ada perselisihan ditetatapkan melalui P4 Daerah atau P4 Pusat
Ukuran Kenaikan Upah
            Kenaikan upah dimusyawarahkan antara pekerja dan pengusaha menurut kriteria sebagai berikut :
·         Prestasi kerja pekerja
·         Kebutuhan hidup pekerja yang penyesuainnya didasarkan Indeks Harga Konsumen (IHK)
·         Perkembangan perusahaan
·         Keadaan perekonomian pada umumnya.
Ratio Upah
            Untuk dapat mencapai ratio upah terendah dan tertinggi yang lebih seimbang danmemadai secara bertahap jarak terendah dan tertinggi perlu didekatkan, antara lain dengan cara :
·         Diberlakukannya skala upah secara landai (sliding scale)
·         Diadakan pertimbangan antara upah pokok dan tunjangan
·         Peninjauan upah minimum secara konsisten
Upah Minimun
·         Fungsi upah minimum
·         Sebagai jaring pengaman
·         Untuk mengangkat taraf hidup dan martabat golongan penerima upah terendah
·         Untuk pemerataan pendapatan dalam upaya mewujudkan keadilan sosial.
Dalam penetapan upa minimum perlu diperhatikan :
·         Kemampuan perusahaan
·         Keadaan perekonomian Daerah atau Nasional
·         Tingkat pengupahan di sektor atau Nasional
·         Tingkat pengupahan di sektor atau sub sektor sejenis di suatu wilayah atau wilayah yang berdekatan
·         Standard kebutuhan hidup pekerja dan keluarga
·         Upah minimum yang telah ditetapkan harus diumumkan kepada pekerja melalui papan pengumuman di perusahaan atau tempat kerja
·         Bagi perusahaan yang nyata-nyata tidak mampu melaksanakan ketetapan upah minimum setelah diperiksa oleh Akuntan Publik, pemerintah perlu memberikan bantuan bimbingan atau dorongan agar perusahaan dimaksud dapat atau mampu memulai ketentuan upah minimum
·         Dalam ketetapan upah minimum harus diperjelas pengertia upah, yang maksudnya untuk mencegah terjadinya perbedaan pengertian atau penafsiran
·         Dalam jangka panjang dengan memperhatikan perkembangan ekonomi dan kebijaksanaan pemerintah mengenai pembangunan serta faktor kemampuan dunia usaha dan produktivitasnya, tingkat atau standard upah minimum diusahakan mencapai anggaran belanja pekerja dengan satu istri dan tiga anak.
·         Untuk kepentingan dokumentasi dan pengawasan terhadap upah secara efektif maka setiap perusahaan diwajibkan menyelenggarakan administrasi upah secara teratur dan dilengkapai engan daftar keluarga dari pekerja yang dicatat secara tersendiri dalam kartu pekerja
·         Setiap pembayaran upah pekerja harus didasarkan atas upah bruto sebelum dipotong pajak pendapatan, kecuali apabila perusahaan tersebut diberi wewenang oleh Inspeksi Pajak untuk memotong pajak dari pekerja
Pemerataan Menikmati Hasil Perusahaan
            Pembagian hasil perusahaan bagi pekerja adalah wajar atau layak diberikan karena sesuai dengan azas kekeluargaan dan kegotong-royongan, dilaksanakan dengan semangat kejujuran, keterbukaan, keadilan serta memperhatikan pula prestasi kerja masing-masing.
            Oleh karena itu disamping perbaikan upah, syarat-syarat kerja dan jaminan sosialm maka pemberian bonus, gratifikasi dan lain-lain bentuk merupakan suatu keharusan yang diberikan kepada pekerja. Apabila perkembangan dan kemampuan perusahaan memungkinkan. Besarnya cara, dan waktu pelaksanaannya ditentukan berdasarkan hasil musyawarah bersama dengan selalu berpegang teguh pada prinsip keadilan sosial.
Jaminan Sosial
·         Jaminan sosial ialah jaminan kemungkinan hilangnya pendapatn pkerja sebagian atau seluruhnya atau bertambahnya pengeluaran karena resiko sakit, kecelakaan, hari tua, meninggal dunia, atau resiko sosial lainnya.
·         Kesejahteraan pekerja yaitu usaha kesejahteraan bagi pekerja yang diusahakan atau diberikan oleh pengusaha dalam bentuk rekreasi, pembinaan agama, olah raga, kesenian, tempat istirahat pekerja, dan sebagainya.
·         Penyelenggaraan kesejahteraan dan jaminan sosial dalam kaitan dengan hubungan kerja pada dasarnya menjadi tanggung jawab sosial perusahaan. Karena itu perlu ditingkatkan atau diberlakukan di seiap perusahaan,
Pemogokan
            Sesuai dengan Pedoman Pelaksanaan Hubungan Industrial Pancasila (HIP), berikut ini dipaparkan tentang pemogokan dan permasalahannya :
Pemogokan ialah :
·         Tindakan yang dilakukan oleh pekerja terhadap pengusaha dengan tujuan menekan pengusaha atau perusahaan untuk memenuhi tuntutannya atau sebagai tindakan solidaritas untuk teman sekerja lainnya.

Tindakan tersebut dapat berupa :
§  berhenti bekerja secara bersama-sama sebagian atau seluruhnya
§  berhenti bekerja dengan mogok duduk
§  memperlambat pekerjaan secara massal tindakan-tindakan massal yang semuanya itu berakibat merugikan produksi dan pengusaha
§  sebab-sebab pemogokan terjadi antara lain :
Ø  Perundingan antara pekerja dan pengusaha mengalami jalanbuntu. Procedur Undang-undangNomor 22 tahun 1957 tidak diperlakukan dan pelanggaran peraturan perundangan lain-lainnya.
Ø  Kesulitan dalam proses pembentukan serikat pekerja di dalam perusahaan
Ø  Kurang peka dan tanggap masing-masing pihak terhadap aspirasi pihak lainnya
Ø  Terjadinya salah pengertian kedua belah pihak
Ø  Bersumber pada masalah-masalah intern dari pekerja dan pengusaha maupun masalah ekstern lainnya.
Penutupan Perusahaan
            Tindakan yang dilakukan oleh perusahaan dengan tujuan untuk menekan pekerja agar menerima kebijaksanaan atau ketetapan perusahaan.
Tindakan tersebut berupa :
Ø  menolak pekerja bekerja, sebagian atau keseluruhan
Ø  tindakan-tindakan lainnya yang berakibat sebagian besar pekerja tidak dapat melakukan pekerjaannya
Sebab-sebab penutupan perusahaan :
Ø  tindakan balasan pengusaha
Ø  adanya jurang komunikasi
Ø  perundingan mengalami jalan buntu
Akibat-akibat Pemogokan dan Penutupan Perusahaan
·         Pekerja kehilangan nafkah selama melakukan pemogokan
·         Pengusaha mengalami gangguan target produksi yang menjurus kepada kerugian
·         Masyarakat dan negara dirugikan
·         Perekonomian terganggu
·         Partnership menjadi rusak
·         Ketahanan perusahaan dan ketahanan nasional terganggu.
Usaha-usaha Pencegahan Pekerja Dan Penutupan Perusahaan Dari Pihak Pengusaha :
·         Hendaknya dengan rasa terbuka bersedia menerima kehadiran serikat pekerja
·         Tanggapan terhadap kemampuan upah pekerja serta kesejahterannya
·         Mmperhatikan pekerja lebih manusiawi dan memperlakukannya sebagai teman sekerja
·         Memberikan forum komunikasi musyawarah kepada pihak pekerja termasuk fasilitasnya
·         meningkatkan hubungan dengan serikat pekerja
Dari Pihak Pekerja :
·         Hendaknya pimpinan basis pekerja adalah pekerja-pekerja yang komunikatif. Dapat memahami berbagai masalah yang dihadapi oleh pengusaha dengan memanfaatkan forum komunikasi dan musyawarah dalam perusahaan.
·         Dalam mengendalikan diri dan segala sesuatunya dilakukan secara musyawarah
·         Melepaskan diri dari sikap konfrontatif terhadap pengusaha dan menghindarkan diri dari usaha-usaha yag destruktif
Dari Pihak Pemerintah :
·         Hendaknya selalu tanggap terhadap keadaan hubungan ketenagakerjaan di setiap perusahaan
Pemutusan Hubungan Kerja
            Berikut ini dipaparkan berbagai hal tentang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sesuai dengan Pedoman Pelaksanaan Hubungan Industrial Pancasila (HIP) :
Pengertian
·         PHK bagi seorang pekerja adalah merupakan permulaan keengsaraan. Karena sejak saat tersebut yang bersangkutan tidak mempunyai penghasilan lagi untuk membiayai kehidupannya beserta keluarganya.
Disamping itu dengan PHK, yang bersangkutan merasa hilang harga dirinya di tengah-tengah masyarakat
·         Bagi pengusaha melakukan PHK terhadap pekerja berati melepas tenaga-tenaga yang selama ini sadar atau tidak sadar sudah dilati dengan mengeluarkan ongkos yang banyak dan sudah pula mengetahui cara-cara kerja yang dibutuhkan perusahaan.
Sebab-sebab
PHK atas permintaan pekerja sebab-sebabnya antara lain :
·         secara sukarela pindah pekerjaan yang lebih baik atau karena alasan lain
·         secara sukarela karena tidak adanya kepuasan kerja
·         membuat ulah agar hubungan kerjanya diputuskan, karena tidak adanya kepuasan kerja
·         PHK atas keinginan pengusaha antara lain karena :
Ø  pelanggaran disiplin oleh pekerja
Ø  mempunyai itikad yang tidak baik (Unfair Labour Practices)
Ø  akibat penyelisihan antara pekerja dan pengusaha
Ø  terjadinya perubahan tata kerja perusahaan
Ø  keadaan perusahaan
Ø  secara tidak langsung, kebijaksanaan pemerintah dalam hal-hal tertentu mengakibatkan pemutusan hubungan kerja
Akibat-akibat
·         Bagi pekerja dengan adanya PHK berati hilangnya mata pencaharian dan mulainya masa pengangguran yang tidak tentu kapan berakhir karena seharusnya mendapatkan lapangan kerja baru
·         Bagi pekerja yang sedang bekerja, apabila pengusaha selalu gampang melakukan PHK aka mengakibatkan hilangnya ketenagakerjaan atau kepastian kerja, yang akhirnya tentu akan mempengaruhi produktivitas kerja
·         Bagi pemerintah atau masyarakat banyaknya PHK akan menambah pengangguran dan akan mendorong meningkatnya kriminalitas

Kecendrungan dalam praktek
·         Dilaksanakan di luar prosedur
·         Tidak segera dilaksanakannya keputusan P4D atau P4 Pusat.
·         Bergesernya masalah perselisihan dari perselisihan kepentingan kepemutusan hubungan kerja
·         Tumbuhnya kebiasaan baru dimana permintaan permutusan hubungan kerja diajukan secara sukarela oleh pekerja dengan tuntutan pesangon
Petunjuk Pelaksaan
·         Usaha-usaha yang perlu ditempuh sebelum langkah PHK dilakukan aalah peningkatan efisinesi dan penghematan antara lain :
Ø  mengurangi giliran (shift) kerja
Ø  membatasi atau menghapus kerja lembur
Ø  mengurangi jam kerja atau hari kerja
Ø  mengadakan penghematan, peningkatan effisiensi kerja dan penggunaan bahan
Ø  mempercepat pensiun
Ø  meliburkan pekerja secara bergilir atau merumahkan untuk sementara waktu


4.      Jaminan Sosial Tenaga Kerja
a.      Umum
1.      Pengertian dan Ruang Lingkup
Jaminan Sosial adalah jaminan yang diberikan kepada seseorang atas resiko sosial yang dialaminya. Resiko sosial itu seperti hilangnya mata pencaharian umpamanya karena sakit, kecelakaan, karena sudah tua dan meninggal dunia. Resiko sosial itu dapat juga menyebabkan bertambahnya pengeluaran seperti nikah dan lain-lain.
Pelaksanaan jaminan sosial itu berbeda-beda di antara satu negara dengan negara lainnya. Hal itu tergantung dari tradisi, sejarah, perkembangan sosial, ekonomi, kemaua politik dan falsafah dari negara tersebut. Biasanya jaminan sosial itu dapat pula berbentuk :
Ø  Jaminan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Ø  Jaminan Pendidikan dan Latihan
Ø  Tunjangan istri dan anak
Ø  Pakaian kerja dan makan di tempat kerja
Ø  Koperasi Karyawan
Karena jaminan sosial merupakan setidak-tidaknya sebagian kebutuhan dasar manusia maka jaminan sosial sudah diterima sebagian besar negara di dunia, walaupun dengan tingkat yang berbeda-beda. Sampai sekarang tidak kurang dari 145 negara sudah mempunyai program jaminan sosial walaupun tingkatnya tidak sama.
2.      Dasar Falsafah dan Dasar Hukum Jaminan Sosial
Mengingat demikian pentingnya jaminan sosial maka PBB mencantumkan jaminan sosial dalam Deklarasi Hak-hak Asasi Manusia (Pasal 23-25) yang berbunyi “Setiap Manusi Berhak atas Perlindungan Hari Tua, Cacat, Sakit, Meninggal Dunia dan enganggur”.

3.      Mengapa JAMSOSTEK Harus dengan Undang-undang
Ø  JAMSOSTEK yang bersifat wajib akan memberikan hak dan membebani kewajiban
Ø  Perlunya AMSOSTEK dilaksanakan berdasarkan Undang-undang sesuai dengan petunjuk Undang-undang Dasar 1945 pasal 23
Ø  Sesuai dengan KUHAP maka kewajiban yang mengandung ancaman sanksi pidana hanya dapat diatur dengan Undang-undang. Karena JAMSOSTEK perlu juga mengatur ancaman pidana maka perlu diatur dengan Undang-undang.

b.      Program yang bersifat wajib
1.      Ketentuan Yang Bersifat Wajib
JAMSOSTEK yang bersifat wajib dan nasional mempunyai keuntungan antara lain :
Ø  Dengan skala yang besar maka akan didapat manfaat secara ekonomis yaitu dengan skala besar ongkos per unit akan lebih murah dari pada dilaksanakan oleh masing-masing perusahaan (Hukum Economic Of Scale)
Ø  Dengan dilaksanakan secara nasional merupakan perwujudan kesetiakawanan nasional dan kegotong-royongan yaitu yang sehat membantu yang sakit, yang muda membantu yang tua, yang bergai tinggi membantu yang bergaji rendah. Hal ini dapat pula dianggap sebagai salah satu upaya memeratakan menikmati hasil pembangunan
Ø  Karena yang ikut dalam program JAMSOSTEK adalah perusahaan besar, sedang dan kecil, maka berati terjadi pemerataan perlindungan antara perusahaan besar, sedang dan kecil. Dengan diberikan perlindungan dasar maka biayanya akan terjangkau oleh perusahaan kecil, sedangkan perusahaan-perusahaan besar sesuai dengan kemampuannya akan dapat mengikuti program yang lebih tinggi.
Ø  Penyelenggaraan JAMSOSTEK yang berskala nasional dan dijamin oleh negara maka jaminan terselenggaranya program akan lebih besar dibandngkan apabila diselenggarakan oleh perusahaan.
Ø  Karena upah masih rendah akan sulit bagi tenaga kerja untuk menabung bagi masa depannya.

2.      Kepesertaan
Ø  Program JAMSOSTEK berlaku bagi perusahaan yang mempunyai pekerja 10 orang atau lebih atau mempunyai daftar upah (Payroll), Rp 1.000.000,- atau lebih
Ø  Program JAMSOSTEK juga berlaku bagi tenaga kerja perorangan seperti pengemudi, pembantu rumah tangga dan lain-lain
Ø  Program JAMSOSTEK berlaku tidak hanya untuk tenaga kerja tetap/bulanan akan tetapi juga bagi tenaga kerja harian atau borongan
Ø  Program JAMSOSTEK juga berlaku bagi tenaga kerja di sektor informal

3.      Bentuk Program dan Jaminan
a.       Jaminan Kecelakaan Kerja
b.      Jaminan Hari Tua
c.       Jaminan Kematian
d.      Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
4.      Tingkat dan besarnya iuran

5.      Sanksi Hukuman