Senin, 22 April 2013

Peranan Pemerintah dalam Penyelesaian Perselisihan Perburuhan


Peranan Pemerintah dalam Penyelesaian Perselisihan Perburuhan
      dalam hal ini perselisihan identik dengan mebahas masalah konfik. Secara sosiologis perselisihan bisa  terjadi di manapun, di lingkungan rumah tangga, sekolah, pasar, terminal, lingkungan kerja, dan sebaginya.perselisiham buruh ini terkadang tidak dapat dihindari. Oleh sebab itu semuapihak yang berselisih agar lebih dewasa dengan mengurangi egoknya masing masing untuk terciptanya suatu kenyamanan.
      pengertian perselisihan perburuhan adalah pertentangan antara majikan atau perkumpulan majikan dengan serikat buruh atau gangguan serikat buruh berhubung dengan tidak adanya persesuaian paham mengenai hubungan kerja, syarat-syarat kerja, dan/atau keadaan perburuhan (pasal 1 ayat (1) huruf c undang-undang nomor 22 tahun 1957).
      Selanjutnya berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep-15A/Men/1994, istilah perselisihan perburuan diganti menjadi perselisihan hubungan industrial.
         1.   Jenis-jenis hubungan industrial
1.Perselisihan Hak (Rechtsgeschillen)
2.Perselisihan Kepentingan (Belangengeschillen)
3.Perselisihan PHK
4.Perselisihan antara pekerja/serikat buruh dalam suatu perusahaan

         2.   Prosedur Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Perburuhan)
  banyak cara untuk menyelesaikan perselisihan tetapi secara teoritis ada tiga kemungkinan untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial (Budiono, 1995: 161), yaitu melalui perundingan. Menyerahkan kepada juru/dewan pemisah, dan menyerahkan kepada pegawai perburuhan untuk diperantarai. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 2 yahun 2004, maka prosedur penyelesaian hubungan industrial ditempuh dalam empat tahap antara lain:
1.  Bipartit
2.  Konsiliasi atau Arbitrase
3.   Mediasi
4.   Pengadilan Hubungan Industrial

1.   Bipartit
       Pengertian bipartit dalam hal ini sebagai mekanisme adalah tata cara atau proses perundingan yang dilakukan antara dua pihak, ayitu pihak pengusaha dengan pihak pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh, antara lain, apabila terjadi perselisihan antara pengusaha dengan pekera/buruh diperusahaan (surat edaran Direktur Jendral Pembinaan Hubungan Industrial Nomor SE-01/D.PHI/XI/2004. perundingan bipartit pada hakikatnya merupakan upaya musyawrah untuk mufakat antara pihak pengusaha dan pihak pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh. Lingkup penyelesaian hubungan industrial melalui bipartit meliputi keempat jenis perselisihan, yakni perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan PHK, dan perselisihan antara pekerja/serikat buruh dalam suatu perusahaan.
      2.   Konsiliasi atau Arbitrase
         Lingkup penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui konsiliasi meliputi tiga jenis perselisihan yakni perselisihan kepentingan, perselisihan PHK, dan perselisihan antara pekerja/serikat buruh dalam suatu perusahaan (pasal 1 angka 13 Undang-undang Nomor 12 tahun 2004), sedangkan arbitrase, lingkup penyelesaian perselisihan hubungan industrial meliputi dua jenis perselisihan yakni perselisihan kepentingan dan perselisihan antara SP/SB dalam suatu perusahaan (ppasal 1 angka 15 undang-undang nomor 2 tahun 2004).
                     3.   Mediasi
         Lingkup penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi meliputi empat jenis perselisihan yakni, perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan PHK, dan perselisihan antara pekerja/serikat buruh dalam suatu perusahaan (pasal 1 angka 11 undang-undang nomor 2 tahun 2004)
                     4.   Pengadilan Hubungan Industrial
         Dalam hal tidak tercapai penyelesaian melalui konsiliasi atau mediasi, maka salah satu pihak atau para pihak dapat mengajukan gugatan kepada pengadilan hubungan industrial. Yang perlu diingat bahwa penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui pengadilan ditempuh sebagai alternatif terakhir, dan secara hukum ini bukan merupakan kewajiban bagi para pihak yang berselisih, tetapi merupakan hak. Tidak jarang ditemui adanya aparat atau sebagian pihak yang salah presepsi terhadap hal ini. Jadi, mengajukan atau tidak mengajukan gugatan ke pengadilan hubungan industrial hanya merupakan hak para pihak, bukan kewajiban (periksa Pasal 5, 14 dan 24 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004).


sumber : http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=12&ved=0CDQQFjABOAo&url=http%3A%2F%2Fxa.yimg.com%2Fkq%2Fgroups%2F22571639%2F1785061765%2Fname%2Fmodul&ei=W990UYzmNMeGrAeqqIDoDg&usg=AFQjCNHkltytpOZVEWypIXEmC14_WwV6pg&sig2=UMkW3Xdo02KCzEKZ65SzSA&bvm=bv.45512109,d.bmk

Tidak ada komentar:

Posting Komentar